Kolin: Yang Harus Ibu Ketahui

Para ilmuwan, filsuf, dan orang tua telah lama memperdebatkan peran alam dan cara pengasuhan dalam perkembangan anak. Apakah seorang anak terlahir ke dunia dengan blue print genetik yang menentukan kecerdasan, kreativitas, kemampuan fisik, dan aspek penting lain? Atau apakah lingkungan tempat ia dibesarkan memiliki peran utama yang membentuknya? Kini, pengetahuan tentang perkembangan otak kita, meskipun belum lengkap, membantu kita untuk melihat bagaimana alam (genetika) dan cara pengasuhan (lingkungan, termasuk interaksi manusia, nutrisi, dan stimulasi lain) bekerja sama dalam perkembangan otak.

Bagaimana Blue Print/Cetak Biru Otak Terbentuk

 

Kunci untuk memahami bagaimana alam dan cara pengasuhan bekerja sama adalah sebuah konsep yang dikenal sebagai brain plasticity. Bayi terlahir dengan sebagian besar sel-sel otak atau neuron yang akan ia miliki sepanjang hidupnya nanti. Selama dua tahun pertama hidupnya, otak tumbuh dengan mengeluarkan percabangan serat saraf yang disebut akson dan dendrit yang terhubung melalui sinapsis yang mencakup jaringan pesan yang membantu komunikasi seluruh sistem saraf pusat. Ketika jalur saraf distimulasi, jalur ini tumbuh lebih kuat dan jalur yang kurang mendapat stimulasi akan melemah dan mati. Para ahli menyebut proses ini sebagai proses "gunakan atau akan hilang."

Pada intinya, alam memberi blue print/cetak biru dan cara pengasuhan berperan penting dalam menentukan pelaksanaan dari rencana tersebut. Setiap tindakan yang Ibu lakukan bersama si kecil, dari mengobrol, bermain, dan mengajaknya berjalan-jalan akan memberi stimulasi visual, auditori, fisik, dan kognitif yang membangun dan memperkuat aspek-aspek dalam sirkuit otaknya. Nutrisi yang baik, termasuk rantai panjang asam lemak tak jenuh ganda (seperti DHA dan ARA) dalam jumlah cukup, juga menyediakan energi penting untuk memfasilitasi perkembangan otak.

Gunakan atau Akan Hilang

 

Salah satu gambaran paling konkret dari prinsip "gunakan atau akan hilang" berasal dari penelitian pada perkembangan penglihatan. Saat akal sehat mungkin menunjukkan bahwa kualitas penglihatan si kecil sebagian besar dipengaruhi oleh faktor keturunan, sebenarnya gen hanyalah titik awalnya saja. Pada awalnya, gen mengontrol pengaturan sel di bagian otak yang disebut visual cortex, namun jaringan neuron yang terlibat dalam penglihatan, yang disebut ocular dominance columns, juga perlu distimulasi agar dapat berfungsi dengan baik.

Penelitian pada bayi menunjukkan bahwa ketika masalah penglihatan, seperti strabismus (mata malas) atau katarak kongenital tidak diobati lebih awal, perkembangan akan terhambat dan sirkuit saraf yang diperlukan untuk penglihatan normal tidak berkembang sepenuhnya.

Ketika Hal Ini Belum Terlambat

 

Para ahli percaya bahwa ada jangka waktu tertentu untuk berbagai aspek perkembangan otak, meskipun hal ini tidak sekaku perkembangan visual. Dalam lingkup bahasa, misalnya, ada periode kritis dimana ada potensi pengaruh lingkungan yang tinggi untuk membangun dasar yang dibangun oleh gen, namun akan ada banyak kesempatan juga untuk mengejar nantinya. Kapasitas otak manusia, yang dirancang untuk mempelajari bahasa, membutuhkan waktu selama sekitar tujuh sampai sembilan tahun pertama kehidupan untuk melakukannya.

Para peneliti memperkirakan bahwa 50 persen dari kemampuan verbal adalah  faktor keturunan. Peran alam paling mudah terdeteksi di awal kehidupan sebelum lingkungan membawa pengaruh. Studi menunjukkan bahwa si kecil berusia 12 bulan yang diadopsi memiliki keterampilan bahasa yang lebih mendekati orang tua biologis daripada orang tua angkat mereka. Seiring berjalannya waktu, kualitas penerimaan si kecil terhadap bahasa menjadi faktor penentu dalam perkembangan kemampuan linguistiknya.

Dalam sebuah studi awal, para peneliti mengamati cara orang tua dari 42 keluarga berbicara dengan anak-anak mereka selama tiga tahun pertama kehidupan. Mereka melacak perkembangan verbal anak-anak dan mampu menentukan aspek gaya pengasuhan yang memiliki dampak terbesar pada perkembangan kemampuan linguistik. Khususnya, anak-anak dengan orangtua yang sering mengobrol dengan anaknya, maka si anak akan memiliki kosakata yang lebih luas dan berkembang lebih cepat—dan meraih skor lebih tinggi dalam tes IQ pada usia 3 tahun—daripada anak dengan orang tua yang kurang interaksi verbal. Terlepas dari potensi turunannya, anak-anak yang terbentuk dalam lingkungan bahasa positif memerlukan percakapan yang rutin, pengenalan ragam kata dan frase, serta respon positif terhadap pelafalannya.

Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah berbagai macam nutrisi untuk si kecil—yang mencakup protein, zat besi, seng, selenium, yodium, asam folat, vitamin A, kolin, dan rantai panjang asam lemak tak jenuh ganda (seperti DHA dan ARA)—yang sangat penting selama tahun-tahun awal dimana masa ini merupakan masa perkembangan otak yang "penuh energi ". Pola makan yang kaya dan seimbang meliputi buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian yang diperlukan si kecil.

Sekitar 2,4 juta anak-anak Amerika kekurangan zat besi, mineral yang penting untuk perkembangan mielin—lapisan pelindung yang menjamin transmisi sinyal antara sel-sel otak berlangsung secara cepat dan jelas. Gangguan pertumbuhan mielin dapat mempengaruhi perkembangan keterampilan motorik yang penting pada anak-anak. Dalam sebuah penelitian terhadap 77 bayi berusia 9 sampai 10 bulan, peneliti dari University of Michigan, Ann Arbor menemukan bahwa 34 persen bayi dengan cadangan zat besi yang cukup akan dapat berdiri sendiri—tahapan tumbuh kembang keterampilan motorik kasar—dibandingkan 19 persen bayi yang kekurangan zat besi. Bayi yang kekurangan zat besi juga kurang mampu mengkoordinasikan kedua tangan untuk membuka tutup kotak plastik bening dan mengambil mainan. Penelitian lain menegaskan bahwa mendapat asupan zat besi yang cukup, dan tidak terlalu banyak, adalah hal yang terpenting.

15 sampai 20 persen berat otak berasal dari rantai panjang asam lemak tak jenuh ganda DHA dan ARA yang penting untuk pertumbuhan dan fungsi otak. Peran penting DHA dan ARA ditekankan dalam sebuah studi awal yang meneliti 81 anak sejak lahir hingga usia 6 tahun. Saat kecil, si kecil mengonsumsi susu formula yang mengandung DHA dan ARA atau yang tidak mengandung asam lemak tersebut sama sekali. Perkembangan kognitif mereka dilacak melalui tes setiap enam bulan sekali. Pada usia 3 tahun, mulai terlihat perbedaan signifikan. Si kecil dengan konsumsi formula yang disempurnakan meraih skor lebih tinggi pada tes pengenalan pola dan kemampuan untuk mempelajari aturan. Pada usia 5 dan 6 tahun, mereka juga meraih skor lebih tinggi pada dua tes kecerdasan standar.

Memahami semua cara dimana alam dan cara pengasuhan berkolaborasi mungkin sangat sulit, jika hal tersebut memang akan benar-benar dapat dipahami sepenuhnya. Namun, jelas dapat dilihat dan dapat ditarik kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan, bahwa bahwa orangtua berperan utama dalam mendorong potensi anak-anak mereka, dengan memelihara dan memberi mereka kesempatan, pengalaman, serta nutrisi yang baik untuk membantu mereka tumbuh dan berkembang di segala hal.